Tren popularitas olahraga MMA terus meningkat, dan beberapa orang banyak yang bertanya mengapa olahraga yang tampak berbahaya seperti itu bisa sangat menjadi populer di dunia?
Meskipun terlihat berbahaya, sebenarnya olahraga MMA tidak seburuk yang orang pikirkan.
Di MMA kalian akan melihat pertarungan yang lebih memacu adrenalin. MMA juga menyebabkan cidera yang tidak ditimbulkan oleh olahraga tinju seperti tercekik hingga tidak sadarkan diri.
Namun banyak argumen orang-orang yang mengatakan bahwa olahraga tinju lebih berbahaya dari MMA.
Mengapa demikian?
Tentu saja karena akibat pukulan berkali-kali ke arah kepala pada olahraga tinju yang jauh berisiko menyebabkan geger otak.
Baik itu olahraga tinju atau MMA, olahraga lain yang membutuhkan kontak langsung pasti akan menimbulkan cidera.
Karena itu, bagi kalian yang akan terjun ke olahraga MMA, sebaiknya melakukan latihan dengan cara yang baik terlebih dahulu dengan memahami keahlian dalam pertarungan sebelum terjun dalam dunia profesional.
Olahraga Tinju dan Olahraga MMA Mana Yang Lebih Berbahaya?
Baik olahraga tinju dan MMA diharuskan menggunakan sarung tangan. Satu-satunya alasan untuk menggunakan sarung tangan adalah, pertama untuk melindungi tangan dan melindungi lawan dari pukulan.
Ketika UFC pertama kali diadakan, para petarung sama sekali tidak menggunakan sarung tangan. Dengan demikian, kalian harus lebih berhati-hati melakukan serangan agar tidak mematahkan tangan kalian sendiri.
Karena itu para petarung MMA memakai sarung tangan, alasannya adalah untuk melindungi tangan mereka. Sarung tangan yang digunakan biasanya memiliki berat 4-6 ons.
Sedangkan dalam tinju di mana para petarung mengenakan sarung tangan dengan berat minimal 8 ons.
Menurut penelitian yang dilakukan, olahraga tinju jauh lebih berbahaya dari pada MMA.
Mengapa?
Ini sedikit penjelasannya.
Dalam olahraga tinju terdapat hitungan 8 ketika kalian roboh akibat tinju dari lawan.
Kemudian kalian dibangkitkan kembali untuk mengulangi dan menerima pukulan bertubi dari lawan.
Ini disebut dengan pukulan knock-down berulang.
Bedanya di MMA seperti ini.
Jika kalian roboh akibat tinju atau tendangan dari lawan. Lalu terlihat bahwa kalian tidak ada kemampuan lagi untuk bertahan, wasit akan menghentikan pertarungan.
Dalam olahraga tinju, kalaian akan sangat mungkin untuk terus-menerus dirobohkan dan masih diizinkan oleh wasit untuk melakukan pertarung kembali.
Ditambah penggunaan sarung tangan pada tinju yang lebih berat, memungkinkan risiko terkena geger otak lebih besar.
Jika kalian terus-menerus menerima pukulan di kepala, otak kalian juga akan mengalami trauma kepala berulang inilah yang dikhawatirkan dokter, trauma ini juga disebut dengan Chronic Traumatic Encephalopathy (CTE).
Apa itu CTE
Chronic Traumatic Encephalopathy (CTE) adalah sebuah istilah yang digunakan ahli medis untuk menggambarkan degenerasi otak yang kemungkinan disebabkan oleh trauma kepala berulang.
CTE adalah diagnosis yang hanya dapat dihasilkan saat otopsi dengan mempelajari bagian-bagian otak.
CTE adalah kondisi yang sangat langka.
CTE telah ditemukan di otak orang-orang yang bermain olahraga kontak, seperti sepak bola, dan lainnya. Beberapa gejala CTE dianggap termasuk kesulitan berpikir (kognisi), masalah fisik, emosi, dan perilaku tidak wajar lainnya.
CTE adalah kondisi yang sangat kontroversial yang masih belum dipahami dengan baik. Peneliti belum mengetahui frekuensi CTE dalam individu dan belum memahami penyebabnya.
Tidak ada obat untuk CTE, itulah mengapa sangat penting untuk meminimalkan jumlah pukulan ke arah kepala.
Inilah mengapa selalu yang terbaik bagi kalian seorang pemula untuk menunda sesi sparing yang intens, banyak petarung MMA profesional seperti Tony Ferguson bahkan tidak melakukan sparring sama sekali!
Mana Yang Lebih Rentan Terlukan, Tinju Atau MMA
Para peneliti mempelajari data medis pasca-pertarungan dari 1.181 petarung MMA dan 550 petinju yang bertanding antara 2003 hingga 2013 di Edmonton, Kanada.
Hasilnya 59,4 persen petarung MMA rentan terluka dibandingkan dengan olahraga tinju yang memperoleh hasil 49,8 persen.
Namun, 7,1 persen petinju kehilangan kesadaran atau menderita cedera-cedera sirus dibandingkan dengan 4,2 persen petinju MMA setelah melakoni sebuah pertandingan.
Selain itu, para petinju “secara signifikan lebih mungkin” menerima penangguhan medis lebih lama pasca-pertandingan karena cedera mereka.
Ini karena dalam olahraga tinju memungkinkan untuk mendapatkan pukulan berulang di bagian kepala dibandingkan dengan olahraga MMA.
Pilih Olahraga Tinju Atau MMA
Dalam artikel ini bukan mengarahkan kalian untuk memilih olahraga tinju atau MMA, melainkan bagaimana menjelaskan bagimana metode latihan yang tepat untuk mengurangi risiko terkena cidera.
Sebelum terjun dalam olahraga tinju atau MMA kalian harus menyadari bahaya dan faktor risiko yang ditimbulkan, namun, ini seharusnya tidak menghentikan kalian untuk melatih salah satunya.
Tinju dan MMA dapat dilatih dengan aman di bawah pengawasan pelatih berpengalaman yang memahami risiko latihan yang dapat menimbulkan bahaya dengan melakukan pukulan berulang di kepala.